Masalahnya, angka2 itu menggelitik gw dengan cara lain....mereka menyadarkan gw bahwa tantangannya terlalu besar, dan orang yang bekerja disini terlalu sedikit....yang paling membekas adalah angka statistik di Sierra Leone, dimana dinyatakan hanya ada 6 orang obstetricians (ahli kandungan) yang melayani 2 juta orang (gila ga tuh???!!!) di negara itu. Kebayang kalo salah satu obstetrician itu adanya di pulau lain or provinsi lain? Gimana kalo lo jadi si ibu hamil? Sengsara kan? Wong mau ketemu dokter kandungan aja susah banget nemunya.... Ga heran banyak ibu hamil ga bisa dapat pertolongan untuk mengatasi kesulitan dalam kehamilan atau proses kelahiran anaknya....Dan ga heran angka kematian ibu dan bayi di negara ini cukup tinggi...
Cukup ironis jika dibandingkan di Indonesia terutama di Jakarta yang bejibun dan bertumpuk dokter obgyn-nya....ga usah jauh2 ke Sierra Leone, di kabupaten2 di Indonesia Timur yang rata2 jumlah penduduknya 150-200 ribu jiwa aja - yang angka pertambahan penduduknya 4000 jiwa/tahun, susah bener nemu dokter spesialis obgyn... Ga heran juga banyak ibu2 Indonesia yang meninggal saat melahirkan atau bayi2 yang meninggal beberapa saat setelah dilahirkan....
Terlepas dari ada/tidaknya dokter atau bidan di negara ini, ada hal lain yang menggelitik gw....kenyataan pahit bahwa semakin sedikit dokter atau nakes yang berjiwa besar dan mau melayani di daerah2 terpencil. Ngga ada listrik, air dan sinyal hp (dan ketiadaan mall serta tempat2 hangout) membuat banyak nakes muda yang ogah tinggal di desa-desa terpencil dan melayani disana. Ya iyalah, dari kuliah aja udah pake hp dan dapat fasilitas lengkap apalagi dokter2 muda yang rata2 sekarang dari golongan masyarakat menengah ke atas karena sekolah kedokteran rata2 membutuhkan biaya yang ga sedikit; beda dibandingkan dengan jaman dahulu dimana seolah kedokteran yang dinilai pertama adalah otak, bukan uang. Ketika dokter2 muda ini ditempatkan di daerah2 terpencil, yang sebenarnya ga terpencil2 amat....udah nangis minta pulang karena ngga ada fasilitas. Ditambah masa PTT yang cuma 6 bulan, akhirnya semakin ga ada nakes yang betah ditaro di tempat2 itu...apalagi jika Pemda setempat 'nakal' sehingga uang insentif mereka yang menembus angka 9 juta rupiah ditahan beberapa bulan dan 'dibayarkan sekaligus'... mana tahan bow!
Ironi keabsenan nakes yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil ini mengiris hati, apalagi jika menghadapi kenyataan itu setiap hari seperti yang gw alami disini (Alor). Udah terlalu sering mendengar cerita ibu hamil mengalami kesulitan pas melahirkan, atau anaknya meninggal pas lahir dan cerita2 menyayat hati lainnya seputar kesehatan ibu anak. Sementara mobil2 Dinas Kesehatan di beberapa kabupaten di beberapa provinsi2 yang gw pernah kunjungi mentereng dan mengkilap menandakan mobil mahal diatas 300 juta rupiah, anggaran kesehatan ibu dan anak terpinggirkan...digantikan dengan agenda2 penting para pejabat yang studi banding kiri kanan dengan jumlah SPPD yang tidak sedikit. Belum lagi perekrutan PNS yang tiap tahun ada di kabupaten2; sementara PNS yang berguna (guru dan nakes) tidak banyak mengalami penambahan signifikan dibanding PNS-yang-entah-kerja-apa-saja-di-kantor....Tidak adanya sistem penilaian kinerja PNS yang membuat PNS2 tidak termotivasi melakukan pencapaian kinerja dan mutu pelayanan yang baik, jadi...bangsa ini mau dibawa kemana???
Yang paling mengerikan adalah jika angka2 kematian tersebut hanya dijadikan laporan akhir tahunan yang 'sekedar pelengkap' dari kewajiban melapor. Tanpa ada tindakan nyata dari instansi kesehatan dan pemerintah yang bersangkutan.
Jika semua orang tidak peduli, nakes tidak ada yang mau melayani di daerah terpencil, dan pemerintah sibuk dengan agendanya sendiri....lalu apa yang terjadi dengan ibu2 dan anak2 di daerah2 terpencil Indonesia? Karena cerita mereka adalah hal yang nyata, bukan sekedar angka statistik...
Gw jadi teringat ucapan seorang teman lama, kebetulan ketemu dia di airport setelah beberapa tahun tidak ketemu. Dulu, teman yang ini berapi2 ngomong tentang 'pelayanan' ke orang2 yang membutuhkan, dan ketika bertemu dengan dia waktu itu, dia sempat cerita tentang 'pelayanannya' di daerah yang tergolong tertinggal (padahal menurut saya yang sudah lama bekerja di provinsi itu, daerah itu ga tertinggal2 amat, paling maju bahkan dibanding kabupaten2 lain). Ya singkat cerita, gw menanyakan apa ada keinginan untuk terus tinggal di daerah itu untuk melanjutkan 'pelayanan'? Dan dia dengan mudah berkata, "Oh, kalo tinggal sih mikir2 dulu, kayanya sih enggak, kalo sebentar2 aja sih ok."
Dan gw hanya mengangguk2 dan tersenyum dalam hati,"Lihat kan? Orang2 hanya ingin sekedar lewat aja, mereka ga mau tinggal lama untuk melakukan sesuatu yang bisa merubah masyarakat dengan mengorbankan kenyamanan mereka....Sedikit dan amat sedikit orang yang bersedia melakukan hal itu... Bahkan untuk orang2 yang sudah mengaku melakukan 'pelayanan'."
Dan gw pun berlalu sambil membayangkan betapa susahnya mencari orang yang mau mengorbankan hidupnya demi orang lain....
Kalau lo nanya gw, "Lo sendiri mau ga ditaro di tempat2 terpencil gitu?"
Gw akan menjawab : "Been there done that, but if I got another opportunity to go there, why not?"
"Mau ke Sierra Leone?"
"AYO aja!!!" kata gw sambil tersenyum girang....
Labels: AKB, AKI, daerah terpencil, dokter PTT, kematian ibu, Sierra Leone, statistik