Akhirnya, kami pun sampai di pulau Kalong, ternyata udah banyak perahu kecil dan besar yang ngantri untuk liat eksodusnya para kalong dari pulau ini ke daratan lain untuk mencari makan. Jadi, kami mengantri sambil melihat sunset di belik pulau lain. Sambil nunggu, ternyata ada 3 ekor lumba-lumba yang tiba2 muncul namun cuma 1 ekor yang sempat tertangkap oleh kamera gw, dan si lumba2 juga ga begitu agresif untuk loncat2 spt yang ada di Alor. Mungkin karena banyak kapal yang ngeliatin juga kali ya?

Pemandangan langit juga indah dengan semburat warna birunya yang membuat misterius...

Terlena oleh semburat cahaya cantik di balik pulau lain, pemandangan ribuan kelelawar pun dimulai dengan kehadiran 1-2 kelelawar yang terbang dan disusul rekan2nya di langit.


Dan akhirnya ada ribuan kelelawar yang memenuhi langit senja, gw pikir suara mereka akan sangat berisik (dan lagi2 mengantisipasi kalo ada kelelawar yg BAB sembarangan supaya ngga jatoh ke kamera gw seperti yang gw buat di Riung tempo hari). Ternyata para kelelawar alias kalong sangat sopan, ga seperti manusia yang masih BAB sembarangan. Mereka kayanya hanya buang hajat pas sedang bertengger, bukan seperti burung yg bisa sewaktu2 menjatuhkan bom cair hehehe...
Dan suaranya juga ga membuat bising, Diana mengabadikan tingkah pola terbang kalong2 ini dengan kamdig yang disetel menjadi video mode. Sementara gw dan puluhan orang lain asik jepret jeprat sana sini...sampe populasi kalong yang terbang sudah mulai mendekat dan akhirnya semakin sulit mengamati mereka karena gelap yang mulai menyelimuti langit.
Kami berlayar menuju pulau Bidadari untuk menghemat waktu perjalanan besok pagi, karena ternyata Isye harus terbang jam 2 siang sehingga kami harus tiba di Labuanbajo jam 12.
Sambil perahu berlayar, kami mengambil posisi masing2, Isye di bagian depan kapal di buritan. Gw di sebelah kanan perahu, Diana di sebelah kiri sementara Desi tidur di tengah. Gw sambil berbaring mencoba menghitung bintang2 yang mulai bermunculan. Isye tiba2 teriak dia melihat bintang jatuh, dan kita semua pun mulai menghitung bintang jatuh yang terlihat dari posisi PW masing2.
Sepanjang perjalanan itu gw menghitung ada 4 bintang jatuh, Isye katanya banyak sampe ga kehitung. Ya mungkin emang posisi gw kurang strategis dibanding dia yang dapat porsi langit lebih luas karena di depan buritan kapal. Akhirnya perahu kami berenti di dekat pantai pulau Bidadari, begitu buang jangkar kami dikejutkan dengan sesuatu yang menabrak dinding perahu dari luar dengan keras. Ternyata kata om Side, itu adalah ikan terbang yang menabrak sisi kapal ketika sedang 'terbang' alias meloncat. Terpal di sisi2 perahu mulai diturunkan karena udara sudah semakin dingin.
Kami lalu makan malam dengan menu yang beda tipis dengan menu kemarin dan menu tadi siang, hehehehe kayanya om Side ini memang keahliannya memasak ikan goreng kuah asam manis.... atau memang cuma itu satu-satunya resep masakan yang dia tahu ya?
Sehabis makan, kami ngobrol2 sebentar dan semuanya mulai sibuk dengan hp masing2 karena udah dapat sinyal sehingga yang punya BB mulai asik berBBM-an dan semuanya merasa perlu mengupdate status FB, kecuali gw. Udah ga sadar punya HP karena selama travel keasikan liat pemandangan dan selama 2 hr di kapal sering ga dapat sinyal, jadi ga ngerasa kehilangan banget kalo ga ada sinyal. Beda dengan teman2 gw yang sadar sinyal banget, jadi begitu ada sinyal 1 bar aja langsung pada menciptakan hubungan baik melalui SMS, BBM dan FB dengan pacar, pengagum dan orang2 lain yang merasa perlu diinfokan tentang keberadaan mereka di tengah laut itu. Gw yang tadinya males liat hp (karena waktu di Bajawa 1 HP gw sempat mati karena ga bawa charger), dan akhirnya numpang2 ngecharge HP nokia gw di tukang jualan dan warung yang gw singgahin disana sini), akhirnya tergoda juga ngecek FB. Tapi emang sinyal cuma ada 1 bar, jadi akhirnya ga jadi karena susah banget koneknya. Gw jadi ragu apa besok bisa dihubungin sm orang2 Komodo Dive yang sempat gw temuin 1 di pulau Rinca 2 hr yg lalu, karena rencananya besok gw mau dive ke spot diving yang ada Manta Rays nya di Karang Makassar, dan janji ketemu mereka di pulau Bidadari untuk sama2 ke Karang Makassar.
Satu per satu teman2 gw mulai ngantuk, gw yang belom ngantuk sebelum jam 11 malem, akhirnya berbaring di dekat ruang kemudi kapal om Side sambil mencoba menghitung bintang jatuh lagi....Berharap ada lebih banyak harapan gw yang terkabul di tahun ini...hehehe sok romantis... :P
Dan ada lebih banyak bintang jatuh dari yang pernah gw saksikan seumur hidup gw, ada 10 totalnya. Dan melalui bintang2 jatuh itu seakan gw minta pertanda kepada Tuhan tentang banyak hal dalam kehidupan gw. Bahkan satu pertanyaan konyol yang gw tanyakan ke Dia, apakah gw bakal married someday....hahahaha
Dan ada lebih banyak bintang jatuh dari yang pernah gw saksikan seumur hidup gw, ada 10 totalnya. Dan melalui bintang2 jatuh itu seakan gw minta pertanda kepada Tuhan tentang banyak hal dalam kehidupan gw. Bahkan satu pertanyaan konyol yang gw tanyakan ke Dia, apakah gw bakal married someday....hahahaha
Tapi ketika mau minta pertanda lain, Desi bangun dan permisi ngelangkahin gw karena dia mau ke toilet dan nanya kenapa gw ga tidur2. Pas gw jawab, dia hanya ketawa2 sambil geleng2 kepala. Akhirnya gw tidur juga karena om Side dan om Adi udah tidur... Suara kecipak kecipuk air di sisi kapal dan genset yang udah mati sehingga kapal gelap gulita akhirnya membuat gw terlelap. Kali ini gw tidur di paling kanan, dekat ruang kemudi.
Hari 8 : Pulau Bidadari - snorkeling
Matahari belom terbit, masih gelap ketika Desi udah bangun dan akhirnya membuat kita bangun karena dia gerak2...Kami mulai menggulung terpal karena niat mau liat sunrise terakhir di pelayaran kami kali ini. Om Side sudah mulai menggoreng pisang dan merebus air untuk diisi ke termos. Ketika semburat pertama dari matahari mulai terbit di balik sebuah pulau, kami berseru kegirangan...pagi ini hanya kami yang menikmatinya dengan sebuah kapal Live aboards bernama Felicia yang menambah indah pemandangan lanskap sunrise pagi itu.

Sejenak kami melupakan kopi yang waktu itu sudah mulai diaduk dan mulai foto2 dengan setiap angle yang dimungkinkan. Ketika sudah bosan memfoto lanskap, mulailah kami berpose2 ala iklan nescafe dilengkapi dengan pisgor membuat kami terpingkal2.

Iklan Nescafe versi pulau Komodo....
Matahari sudah mulai tinggi ketika kami akhirnya selesai sarapan dan mengobrol tentang kerjaan (ya inilah resiko kalau pergi dengan teman2 kantor, pasti yang diomongin ga jauh2 dari urusan kantor). Walau kami berempat punya profesi yang berbeda2, gw koord proyek kesehatan dan nutrisi, Isye koord proyek pendidikan, Desi koord proyek sponsorship dan Diana koord proyek pengembangan ekonomi, tapi kami memahami pekerjaan masing2 karena berasal dari satu organisasi.


Pemandangan pulau Bidadari
Sehabis makan pagi, kami siap2 ganti baju dengan baju renang dan turun dari kapal ke pantai pulau Bidadari. Hanya kami pagi itu yang ada disana, kecuali 1 kapal yang memang sudah bersandar disana sejak malam, kata om Side itu kapal resort punya orang bule yang mengelola pulau Bidadari. Ga tau mereka bayar sewa berapa untuk pulau ini...dan lagi2 pulau2 kecil nan cantik seperti ini dikelola bule2 yang membangun resort2 yang harganya ga murah di sana....
Kami membawa turun kamera, tripod dan peralatan snorkel. Acara foto2 berlanjut sampai kami bosan. Gw masih menunggu telp dari orang Komodo Dive yang berencana menjemput gw disana, tapi ga ada telp sehingga gw serta Diana langsung menuju sisi kiri pulau untuk snorkeling, sementara Desi dan Isye masih foto2. Ketika kami mulai snorkel, satu persatu ada kapal2 lain yang tiba dan bersandar di pantai... Isinya bule2 dan turis Jepang yang langsung snorkel. Ada juga pasangan bule dan cewe Asia yang asik foto2 dan menikmati pantai dengan berjemur (mataharinya dah mulai panas) lengkap dengan bikininya. Coba kalau di Alor pake bikini, bisa dipelototin sama pengunjung pantai yang lain, gw jadi keinget teman bule yang waktu itu sunbathing di Alor bersama cewenya yang berbikini, langsung mereka dikerubungi. hehehehe payah....belom siap dijadikan tourist spot di Alor, beda dengan disini....

Kami asik snorkeling, dan pas gw break untuk minum di kapal, gw liat ada miscall dan pas gw telp balik, ternyata gw diinfo sama om Herry dari Komodo Dive ada kesalahan info sehingga bule yang seharusnya jadi dive guide gw, Guy, ninggalin gw di pulau Bidadari dan udah pergi ke Karang Makassar. Huaaaaaaaaaaaaa T_T
Sedihnya ga bisa diving kali ini, padahal udah jauh2 dan mahal2 ke Labuanbajo, tapi ga bisa diving bareng Manta Rays.....sedihhhhhhhhhhhhhh!

Santai2 di pantai pulau Bidadari dengan pasir putihnya yg lembut
Gw dihibur om Side dengan perkataan, nanti aja bulan April thn depan dateng lagi untuk dia bawa ke spot dimana dia sering bawa turis2 bule Perancis dll untuk snorkeling bareng Manta. Lagian dia tau Guy itu katanya kurang pengalaman, sehingga mending ga usah dive bareng dia kali itu. Tapi tetap aja gw sedih, karena ga bisa nambah catatan di dive log gw bahwa gw pernah dive di salah satu perairan paling diminati oleh para diver dunia itu....

Dan gw lanjut snorkeling untuk menghibur hati, dan ngebantu Isye ngumpulin pasir pantai Bidadari yang halus dan putih itu...Pemandangan bawah lautnya bagus banget, mirip yang ada di Pink Beach, tapi sayang ga ada kamdig underwater...
Ada 1 turis Jepang/Cina yang semangat banget snorkelingnya, beberapa kali papasan pas skin diving bareng gw deket2 situ. Gw sempet deg2an, berharap mukanya mirip Won Bin atau Takuya Kimura (ngarep.com), tapi pas dia naik untuk istirahat bentar, ternyata.....jauhhhhhhhhh banget dari Takuya or Won Bin...hiks, ga ada muka2 cakep yg bisa ngehibur gw kali ini..... :-/
Karena udah mulai mendekati jam 12, teman2 udahan snorkeling, cuma gw yg ga rela meninggalkan air secepat itu, dan akhirnya menemukan bintang laut biru yang dipinjem bentar untuk foto dengan dijadiin hiasan kepala.

Setelah foto, gw naik ke perahu dan bergabung dengan yang lain untuk makan siang sebelum berlayar kembali ke Labuanbajo. Menu siang itu agak beda karena ada ikan pancingan dari om Side paginya. Selesai makan, kami siap2 berlayar, dan menikmati menit2 perjalanan kami dengan berfoto ala model di buritan kapal. Tidak sampe 30 menit kami sudah melihat Labuanbajo dari balik 2 pulau yang mengapit selat kecil yang merupakan gerbang kami ke sana.
Seiring perahu yang mendekat, kami berganti pakaian dan mengepak barang2 yang berhamburan selama 3 hr ini. Sesampai di pelabuhan, kami foto bersama dengan om Side dan om Adi, membayar uang sewa perahu (Rp 2,1 juta) + tips yang kami siapkan di luar biaya yang awal disepakati dengan om Side karena pelayanan beliau selama di kapal yang sangat bertanggung jawab dan menjaga keamanan barang2 kami tanpa ada kehilangan satu pun serta senyuman yang ditunjukkan kepada kami selama 3 hari ini, semuanya sangat tulus dan tidak dibuat2. Kami teringat cerita2 beliau tentang kapalnya yang kecil dan tua ini tidak bisa diperbaiki seperti kapal2 lain yang lebih cepat karena dia tidak mau mengambil uang dan barang para turis2 (terutama turis2 bule) seperti para ABK kapal lain yang terkadang nakal mengambil sepatu, perhiasan2/emas dan barang2 lain dari penumpangnya. Kami diam2 salut bahwa beliau walaupun sudah tua, tidak mengambil jalan pintas itu dan tetap menjaga martabatnya sebagai nelayan yang menjaga nama baik bangsa Indonesia di mata asing. Berbeda dengan cerita2 tentang nelayan2 lain (bahkan di Riung) yang dilaporkan para bule itu di travel blog maupun di forum2 travel lainnya untuk diwaspadai karena mereka suka mengambil barang2 dan uang penumpangnya ketika mereka sedang snorkeling dan berenang. Karena itu semua, kami merasa terbeban untuk menghadiahi integritas beliau dengan beberapa lembar uang Rupiah tambahan sebagai bentuk rasa hormat kami kepada beliau berdua...

Setelah foto bersama, dan menyerahkan uang, kami berpisah dengan lambaian tangan dan senyum hangat. Bahkan om Adi sudah mencarikan ojek untuk Desi dan angkot untuk kami bertiga. Desi akan menemui cowoknya di pool travel Gunung Mas dan akan melanjutkan perjalanan ke Ruteng untuk bertemu kembali camernya. Isye masih punya 1 jam lagi untuk istirahat dan memutuskan untuk mengikuti kami menuju hotel yang sudah kami pesan. Tiket pesawat gw dan Diana untuk besok ke Kupang karena kami mencari tiket yg lbh murah dan ingin menikmati ajib2nya Labuan bajo.
Kami naik angkot (byr 2rb/orang) dari pelabuhan menuju hotel Bintang Wisata (Rp 100rb/malam) - double bed, kipas angin, kamar mandi dalam (airnya berlumut bow, jadi bawa tisu basah dan karet, lalu ikat selangnya sehingga lumutnya tersaring dan airnya layak dipakai mandi). Sampe di kamar, kami tuker foto2 ke HD external dan mandi (setelah 3 hr ga nemu air segar). Dan tidur....jam 1 Isye pamit ke bandara naik angkot, bayar 3rb. Kami berdua lanjut tidur karena Labuanbajo di siang hari sangat tidak menarik untuk dijelajahi dengan debu dari galian2 jalanan yang menganga dan terik matahari.
Jam 4 lewat kami bangun tidur dan sepakat menuju Paradise Bar and Restaurant di dekat hotel Golo Hill Top. Ternyata agak jauh sehingga kami naik ojek 3rb/orang. Sampai disana, kami tamu kedua yang ada. Satu bapak2 dengan walkie talkienya mengambil tempat di pojok balkon kanan. Kami di pojok balkon kiri. Sambil memesan kami baru sadar bahwa matahari masih agak terik sehingga kami kesilauan, ini akibat nafsu pengen ngeliat sunset duluan hehehehe

Terik matahari ternyata menciptakan efek golden pada permukaan laut...keren!
Sepiring buah potong pun terhidang, langsung kami sikat dengan teman minum lemon tea yang menyegarkan. Pengennya mesan mocktail sih, tapi takut oleng di jalan dan teler, padahal perjalanan kami masih panjang. Diana rencana ngajakin gw ajib2nya Labuanbajo nanti malam, jd hrs jaga stamina dulu...haiyah!
Tapi krucuk2 perut masih terasa sehingga kami memesan garlic bread tambahan, sambil foto2 di netbooknya Diana dan mengupload serta mentag teman2 yang sudah pulang dan tidak jadi ikut dalam trip berlayar kali ini...(buatsirik.com)

Akhirnya matahari mulai padam teriknya, dan satu persatu tamu tamu lain mulai berdatangan dan menarik kursi di sebelah2 kami meniru kami mencari spot menikmati sunset. Senja keemasan memesona kami cukup lama, dan ratusan jepretan kamera dari gw dan tamu2 lain mengabadikan momen yang berulang setiap hari itu...namun bagi kami mungkin momen itu terasa istimewa, sesuatu yang mungkin tidak akan sama walau dilihat esok dari tempat yang sama pada waktu yang sama juga....

Matahari akhirnya hilang sama sekali dan cakrawala mulai dipenuhi bintang-bintang yang cantik dan bulan sabit. Di kejauhan lampu2 kapal dinyalakan dan menambah semarak dermaga Labuanbajo. Kami sebenarnya masih ingin lama menikmati suasana itu kalau saja tidak ada kepulan asap rokok dari tamu2 lain (terutama orang Indonesia) yang membuat kami tambah pusing. Setelah membayar, kami berjalan kaki mencari ojek ke bawah, karena Paradise terletak di bagian atas bukit yang sepi. Kami bercerita (lagi2 soal kerjaan) dan akhirnya sampai di tempat makan di dekat dermaga TPI yang rusak dan makan ayam bakar yang pemiliknya orang Jawa Timur yang berboso Jowo dengan Diana secara fasih. Kami kayanya mendapat pelayanan istimewa dari si bapak tukang ayam bakar krn logat Jawa Timuran nya Diana. Sehabis membayar, kami berjalan2 dan mencari toko suvenir karena Diana ingin ngebeli oleh2 untuk teman2 sekantornya.
Gw yg tadinya ga niat belanja, memang akhirnya tergoda lagi2 pada godaan ngebeli anting2 mutiara manis yg sederhana seharga 20rb/sepasang. Dan karena Diana belanja banyak, dia dikasih bonus postcard sama si bapak penjual suvenir (yang ternyata orang Padang yang udah bertahun2 tinggal dan menetap disana). Si Uda akhirnya menyerah pas Diana nuker postcard komodo2 itu dengan anting lumba2 putih manis terbuat dari tulang (dan tinggal 1 pasang) yang gw incer dari tadi. Dia ngasih gw anting2 itu (thanks Di!)
Gw yg tadinya niat mau ngebeliin gantungan kunci untuk teman2 kantor, akhirnya batal karena ternyata harga gantungan kunci aja 10rb/potong....mundur dengan teratur mengingat staff di kantor ada 30an orang....mayan tuh 300rb, bisa buat beli tenun ikat somewhere...hahhaha, maap jd pelit. Dan akhirnya gw jadi nyesal beli kaos di pulau Komodo kemarin, karena disini jauh lebih murah. Rp 50rb untuk kaos yang sama, kalo beli banyak bisa lebih murah. Sementara kemaren gw beli 60rb udah nawar setengah mati...tapi ya itung2 untuk membagi rejeki dengan pedagang asli penduduk pulau Komodo. Si Uda cerita bahwa orang2 Komodo sering ga jujur kalo jualan, dan emang terkenal suka mencuri (sama dengan cerita versi om Side), sehingga kurang disukai. Dia cuma karena kasian aja kadang2 sehingga masih kerjasama dengan mereka. Mereka suka beli barang dari si Uda untuk kemudian dijual kembali. Dia bilang biasanya bule2 kalo beli kaos itu ga pake nawar dan belinya banyak, dia jual 90-100 rb juga mereka mau karena bagi mereka itu murah. Lha bagi kita orang Indonesia? Mayan tuh selisih harganya...
Disitu juga gw ngeliat benda2 aneh, seperti giwang2 model Kuno orang Bajawa (mirip jamur kancing kuningan), kerangka sirip ikan duyung (mirip kerangka tangan manusia), perhiasan2 kuno yang banyakan digadai orang ke dia. Cincin2 dan koin2 antik...mirip yang gw liat dijual di Kampung Adat Bena.


Benda2 antik dan kerangka sirip ikan Duyung yang mirip tangan manusia...
Sehabis belanja ternyata kami kecapean, sehingga batal menyicipi makanan di resto2 yg keliatannya enak (ada resto German, ada resto Mediteranian). Padahal tadi kepengen banget, jadi nyesel makan ayam bakar krn masih kenyang...Rencana ajib2 pun batal karena ga ada sarana transportasi yang memadai untuk kesana dan pulang ke hotel. Kalo di Bali, taksinya kan masih ada sampe pagi dan aman...Lha disini? Tadi aja sepanjang jalan gw dan Diana dicuit2in, padahal gw pake celana pendek jeans yang ga pendek2 amat...ngeri juga naik ojek. Padahal pengen ngerasain "Bali-nya NTT" ini.
Kami memutuskan jalan kaki karena nyangka hotel dekat (dan sepanjang jalan Diana nyindir gw "udah dekat") karena ternyata hotelnya jauh banget....maap ya Di....
Pemandangan beralih, dari suasana Legian nya Labuanbajo dengan dive center dan resto2 hangout para bule yang memainkan musik2 unik menjadi deretan warung Padang (yup, mirip Bajawa yang dipenuhi RM Padang dimana2) dan kios2 sembakonya. Jalanan masih berdebu tak tertahankan...akhirnya sampai juga kami di kamar, dan setelah ngobrol2 sedikit dan mencoba hasil buruan belanja kami malam itu. Kami langsung tidur pulas....
Hari 9 : Menikmati 'peradaban' di Labuanbajo
Esok siang (udah jam 9 pagi) kami bangun dan menggeliat mencari tukang pijat. Setelah sarapan di warung Jawa di depan hotel. Kami ngeliat iklan panti pijat tuna netra di resepsionis hotel dan memutuskan naik ojek kesana. Sesampai disana (nama tempatnya Frangipani) ternyata tutup, sial! Mungkin karena itu hari Minggu. Akhirnya daripada bengong, kami ke TPI (untuk hunting foto). TPI bau amisnya ga nahan sehingga mengurungkan niat kami masuk. Akhirnya gw dan Diana foto2 di pinggir dermaga, pas dia liat ada salon dekat situ, dia tergoda potong rambut dan creambath. Gw yg ga pernah percaya untuk potong rambut di NTT kecuali terpaksa, menyilahkan dia aja yang dikerjain kepalanya, apalagi ngeliat bencong2 salonnya yang kekar2...hihihi. Gw tinggalin Diana setelah memfoto dia dengan Pipit (hairdresser), gw lanjut foto2.

Diana dan Pipit before

Ikan asin yang dijemur sebelahan dengan tumpukan sampah di dekat TPI...Indonesia oh Indonesia...emang yang enak2 selalu harus kotor ya?
Karena udara panas, topi gw akhirnya ga bisa lagi maksimal menutupi gw. Dan celana pendek gw rupanya menarik banyak perhatian iseng dari cowo2 setempat, sehingga akhirnya gw malas disuit2in dan memutuskan masuk ke salon untuk melihat progress Diana. Dia sekarang sedang dicreambath. Pijatan Pipit rupanya membuat Diana rileks. Sementara gw menunggu, pengunjung salon yang lain ngobrol2 dengan gw dan ternyata beliau penjual ikan di TPI yang punya kenalan perahu yang bisa disewa juga untuk di Labuanbajo. Namanya Daimoa (0821 475 174 27). Akhirnya sesi memanjakan diri Diana selesai juga, dia membayar 60rb untuk ketrampilan Pipit dan foto bareng lagi (after makeover) hehehehe....

Karena udah menjelang siang, perut mulai kronci2 minta diisi. Akhirnya kali ini kami bertobat naik angkot menuju resto TreeTop yang semalam sempat buat penasaran karena struktur bangunannya unik.
Sampe disana, sepi, tapi itu di lantai 1. Lantai 2nya agak rame dengan bule2 yang nongkrong sambil bawa netbook atau macbooknya. Ada juga yang nongkrong2 dan lagi2, cuma kami tamu Indonesianya...

Kami memesan menu2 yg namanya asing dengan harapan rasanya enak dan mengobati kerinduan makan masakan bule yang nyaris ga bisa ditemukan di Flotim atau Alor. Sambil menunggu masakannya dimasak, kami iseng foto2 sendiri dan foto lingkungan sekitar sana.

Kapal2 dan pulau2 di teluk Komodo terlihat dari lantai 2 Resto TreeTop

Di bawah resto mewah ini, terdapat realita kehidupan masyarakat Bajo sekitarnya....dengan sumur kerek dan laundry manual...
Akhirnya setelah nunggu 15 menit minuman kami datang duluan, diikuti dengan dessert pesanan gw : apple pie 15 menit kemudian serta main course Diana berupa burger super besar. Diana udah ngelirik jam tangan karena kami belom packing di hotel dan takut telat ditinggal Merpati yang selalu ingkar janji. Akhirnya setelah nunggu 45 menit (omak!) pesanan gw dateng, ham dimasak dgn saus lada hitam plus banyak lemak...hiyyy...

Langsung aja gw santap karena apple pie yg td gw cicip rasanya kaya banana pie, dan masalahnya gw alergi pisang! Gw nanya sama pelayannya karena kok rasanya kaya banana pie dan pelayannya ngotot itu apple pie. Bener2 aneh deh...

"Apple-banana pie" dan Burger Gosong ala TreeTop Resto; mahal dan ga worthed
Pas Diana komplen tentang burgernya yang gosong dan keras banget rotinya, pelayan2nya malah terkesan cuek dan serius ngelayanin para bule yang berdatangan. Kami udah mulai kesal, selain karena pelayanan yang lama banget padahal pesanan kami boleh dibilang gampang, sikap pelayan yg masa bodo dan melempar tanggung jawab ke manager nya yang sedari tadi udah ga stand by disana dan hilang entah kemana. Belum lagi ham gw yg rasaya aneh dan ga enak, tapi terpaksa gw makan karena harganya sepiring Rp 57.000,- (sial!)
Akhirnya pas mau bayar, Diana komplen ga mau bayar makanan utamanya karena gosong. Dan pelayan2 nya rembukan, dan akhirnya nyari si manager yang ga kunjung keliatan...buset dah!
Karena udah jam 12 dan kami harus balik ke hotel, kami bayar juga, total Rp 120rb minus burger gosong Diana. Tergolong mahal dan ga enak untuk resto yg interiornya bagus....sayang banget...
Pas keluar dari resto, kami ketemu sm manager yg muncul dari sisi samping resto (gw rasa di lg ngerokok) dan senyum seadanya sambil naik angkot untuk ke hotel. Sampe di hotel langsung packing kilat dan cek out sambil ngebayar. Kami berhasil dapat angkot yang mau nganter ke airport dan dibayar Rp 3rb/orang. Dan begitu sampe, kami langsung lari2 dengan ransel segede gaban menuju counter cek in sambil diliatin puluhan penumpang lain yg kayanya rombongan dari Jakarta, kami adalah orang2 terakhir yang cek in siang itu..., untung ga ditinggalin sama Merpati... Dan berakhirlah perjalanan 3 hari kami, serta perjalanan keliling Flores tahap ke dua gw kali ini... :D

Naik Merpati MA 60? :(
Foto2 trip Flores kali ini bisa dilihat di halaman FB gw, jadi cekidot ya...
Hal2 penting:
- Sewa sepeda dan motor ga serame di Bali, cuma ada beberapa toko yg gw nemu di Legiannya Labuanbajo alias di jalan utama dari TPI ke bank BNI. Sewa sepeda 20 rb/hari. Sewa motor 60-100rb/hari...mahal...
- Beli suvenir mending di Labuanbajo krn lbh murah dan ga repot nenteng2nya pas turun dari kapal nanti, kecuali mau bantu penduduk setempat di pulau Komodo dan pemasukan buat koperasi pegawai TNPK dengan kaos unik desain khusus koperasi.
- Jalan2 di Labuanbajo agak berbahaya karena banyak lubang2 dan galian proyek yang ga selesai2, jadi mending kalo bawa motor pelan2 selain karena lampu jalan juga ga begitu banyak.
- Bawa sunglassess dan topi kemana2, karena terik matahari Labuanbajo bisa ngebuat pusing. Bawa scarf tipis/sapu tangan untuk nutup hidung dan mulut dari debu jalanan yg ajubile banyaknya, apalagi kalo niat jalan kaki kemana2.
- Berpakaianlah agak seksi dikit (celana pendek/rok mini) dan langsung menarik perhatian yang ga diinginkan, jadi mending berpakaian agak sopan, walau ini "Bali-nya NTT" (tidak berlaku buat bule, mereka sih aman2 aja....mungkin karena anggapan tradisional bahwa perempuan Indonesia ga boleh berpakaian 'modern')
Nomor-nomor kontak penting:
- om Side (recommended boat charter) : 0852 398 162 13 (sms dulu, karena sinyal di tengah laut agak sulit, pasti dibalas beliau nanti)
- hotel Bintang Wisata (0813 373 246 60)
- Dive centers (tariff 800rb/2 dives - rata2 harganya sama kok di dive center yg lain, berangkat pagi jam 7, balik sore jam 4)
- Komodo Dive : Herry (0813 379 808 29) atau Fabi (081 337 441 306)
- Dannys Dive : 0812 3720 7579 or 0852 3933 4873
- Bajo Dive club : 0385 41503
- Dive Komodo : 0385 41862
- Reefseekers Dive (base di pulau Bidadari) : 0385 41443
Labels: hang out, Komodo, Paradise bar, pulau Bidadari, pulau Kalong, sewa perahu murah di Komodo, suvenir komodo